*Sebuah kisah singkat dalam berproses
Mulai excited
dengan bahasa asing ini saat menginjak bangku SMP, masih ingat dalam ingatan
Ibu Yunita Karyaweti mengajari kami untuk menulis diary berbahasa Inggris setiap hari. Diary tersebut akan di evaluasi setiap pertemuan
dengan beliau. Karena itu juga, akhirnya sampai beli kamus oxford yang harganya
Rp 45.000 waktu itu, yang kecil. Suka dengan kamus Oxford karena kosa kata juga
diartikan dengan bahasa Inggris. Dan saya sendiri lebih senang menggunakan
kamus ini dari pada menggunakan kamus translate Inggris – Indonesia. Karena
menurut saya, kita bisa sekaligus mempelajari arti kata lainnya dalam
bahasa inggris. I get both.
Belajar bahasa
inggris waktu itu tidak menggunakan google translate, memang lewat
kamus saja. Untuk membuat paragraf sendiri, saya mengacu pada buku panduan grammar
yang ada di buku pelajaran. Kita rutin membuat diary, jika ada yang salah dalam
penulisan grammatical, akan dilingkari dengan pulpen merah. Sehingga
kita tahu kesalahan kita dimana dan bisa tidak terulang di kemudian hari. Bagusnya
dengan teknik menulis diary ini, kita bisa berimajinasi dan mengasah
tulisan setiap hari. Yang awalnya tidak suka mengarang, jadi bisa mengarang
bebas.
Karena hal ini
juga, saya juga harus membolak-balik buku bahasa Inggris untuk mencari
kata-kata baru. Kalau sedang tidak ingin membongkar-bongkar kamus, saya
mencarinya lewat buku bacaan yang ada di perpustakaan. Dulu saya juga hobby ke
perpustakaan sekolah sekedar mengisi waktu istirahat sekolah. Dari cerita Thomas
Alva Edison si penemu lampu, Wright Bersaudara si penemu pesawat terbang,
Rudolf Diesel si penemu diesel, sampai membaca majalah-majalah yang ada sisipan
bahasa inggris di dalamnya. Kemudian kata-kata tersebut akan saya catat dalam
sebuah buku.
Saat SMP tersebut saya
juga mendapat nilai bagus untuk mata pelajaran Bahasa Inggris. Karena memang saya jatuh hati dengan bahasa asing ini. Tips and trick
yang saya pakai sewaktu SMP adalah dengan banyak membaca sehingga paham
kata-kata baru dalam bahasa inggris.
Berjalan ke masa SMA, saya mulai curious dan
mencari cara baru untuk mendalami bahasa ini. Belajar sendiri rasanya sukar dan
kita butuh teman. Jadilah saya mencari native speaker. Saya berkenalan
dengan teman saya dari Malaysia yang bahasa Inggrisnya menurut saya lumayan bagus.
Kita sering bercerita dalam bahasa Inggris lewat media sosial, tidak hanya itu
saja, saya juga mengikuti les bahasa Inggris dikemudian hari. Saat les, saya
diharuskan praktek langsung dengan native speaker yang memang sehari-harinya
menggunakan bahasa inggris sebagai mother languange.
Saat
ini banyak aplikasi-aplikasi yang memudahkan kita untuk belajar bahasa asing
ini, ada duolingo.com, openculture.com, u-dictionary app, dan masih banyak
lagi yang lainnya. Pada dasarnya, saat kita sudah mempelajari bahasa baru, kita
butuh native speaker agar kita juga bisa tahu cara pengucapan yang benar
dan gesture yang cocok. Youtube saat ini juga memudahkan kita
untuk mempelajari bahasa asing, kita bisa melihat langsung bagaimana
mengucapkan sesuatu dengan benar dan bagaimana merangkai sebuah kalimat dalam
bahasa Inggris. Bahasa Inggris juga memiliki aksen yang berbeda-beda, tergantung aksen mana yang ingin kita ikuti. Secara global, aksen bahasa inggris juga banyak dan yang mendominasi adalah American accent dan British accent. Saya sendiri prefer ke American accent.
Akhirnya, saat
ini, saya membiasakan diri menjalin relasi dengan native speaker dan
mulai PD menggunakan bahasa internasional sehari-hari. Yang awalnya saya
ragu-ragu jika ingin mengajak bicara orang asing, sekarang rasanya mulai
terbiasa dengan hal tersebut. Karena bahasa adalah bagaimana kita menyampaikan
sebuah makna yang bisa dipahami oleh orang lain.
0 komentar:
Post a Comment
Terima kasih untuk masukannya. Setiap masukan akan dievaluasi untuk output yang lebih baik #JernihBerkomentar