Lihat instagram,
ada yang menarik, mulai berkeinginan juga untuk memiliki. Orang punya make up
dari brand ini, brand itu. Punya baju ini dari brand ini, brand itu. Tertarik pula
untuk membeli. Orang traveling dari kota A ke kota B, pengen pula pergi ke sana.
Kalau ini, jangan ditanya lagi, syndrome ini sudah menjadi darah daging. Kwkw. Travel
itu seperti mengisi kembali energi di dalam jiwa. Ini beda rasanya, tak
ternilai. Tidak bisa dibeli dengan uang.
Kenapa syndrome
FOMO menjadi menarik dibahas, karena syndrome ini menular ke semua
tingkatan sosial masyarakat. Anak SD sekarang harus punya jam tangan IMO yang
bisa menelepon ke rumah, kalau tidak punya jam tangan ini tidak keren. Anak
SMP-SMA berlomba-lomba bermain di aplikasi Tik-Tok, kalau tidak eksis diaplikasi
ini tidak keren. Anak hypebeast, harus punya baju abstrak branded, sepatu branded, asesoris branded, kalau tidak punya tidak keren. Sungguh sangat menarik dibahas!
Ketakutan
untuk ketinggalan trend sudah lumrah. Perlombaan saling menyaingi satu sama
lain adalah sesuatu yang ordinary. Seseorang akan takut dicap
ketinggalan zaman hanya karena temannya lebih dulu eksis dengan satu hal yang
kekinian. Dampaknya itu menarik untuk di analisis. Saya pribadi pun sudah tejangkit syndrome
ini. Ya, sejauh ini yang saya rasa. Sebab, pada kenyataannya, semua ikut terjangkiti. Dalam wilayah
pekerjaan misalnya, sesuatu yang terlihat baru, semua dituntut harus curious.
Jika zamannya sekarang tidak lagi nge-trend bawa makanan bekal ke
kantor, diganti dengan yang serba instan seperti go-food. Hal kecil seperti
ini saja, sudah terlihat ‘prestisius’ karena si pengguna sudah melek internet. Dan
itu diakui!
Syndrome ini
punya efek baik dan efek buruk, tergantung kita mengikuti trend yang bagaimana.
Kalau kita mengikuti habit misalnya, koleksi barang branded, karena teman kita juga suka mengoleksi barang branded (dan takut ketinggalan), tentu kita
harus melihat dari segi finansial, apakah mencukupi atau tidak untuk mengikuti
gaya tersebut. Jangan sampai kita terlilit hutang kesana-kemari. Hingga kartu
kredit ikutan membengkak.
0 komentar:
Post a Comment
Terima kasih untuk masukannya. Setiap masukan akan dievaluasi untuk output yang lebih baik #JernihBerkomentar